Jumat, 23 Maret 2018


Saya Eflinda. Anak ke Tiga dari Tujuh bersaudara. Terlahir dari keluarga sederhana dengan latar belakang orangtua bekerja sebagai Petani.
Sedari kecil hidup kami serba pas2an.
Prestasiku di sekolah dari SD, SMP lumayan bagus. Saya selalu ikut dlm perlombaan, spt lomba bidang studi Matematika dan Ipa, juga bidang olahraga, yaitu Tenis meja, Catur. Tidak juara juga heheehe hanya mencapai tingkat kabupaten tetapi saya bangga karena setidaknya Bapa Mama saya bahagia, saya bisa selangkah lebih maju menggapai mimpi saya. Tiap hari pulang sekolah ganti baju, Pergi cari kayu bakar dan saya terbilang sedikit bandel karena  saya tidak menyukai pekerjaan perempuan spt mencuci, memasak, membersihkan rumah.
Saya tidak suka dirumah. Saya lebih senang membuntuti mama bapa kekebun sepulang sekolah atau di hari libur. Saya juga suka jadi buruh harian ikut mama tanam padi di sawah orang dan bayarannya yg 10.000 rupiah cukup buat beli garam.
     Saat saya duduk di bangku SMP kelas dua,, disitu sudah mulai muncul perasaan sensistif, peka dan berperasaan.
Saya sudah mulai iri dengan teman2 yg memakai pakaian bagus, berpenampilan keren sama sekali beda dgn saya yg hidup pas2an, berpakaian seadanya. Tiap kali ada tukang jualan barang mampir dirumah, saya merengek minta dibelikan baju sama mama dan mama terkadang menyanggupinya lebih banyak menolak untuk menyanggupinya.
Disaat itu saya berpikir berharap saya tidak pernah tua. Saya mau tetap menjadi anak kecil yg lusuh, culun dan tidak tau malu. Menjadi remaja dan dewasa pasti membutuhkan biaya yg tidak sedikit apalagi melanjutkan pendidikan ke SMA. Mama pasti tidak akan sanggup membiayai.untuk makan sehari2 aja susah. Masa iya,, pakaian yg aku pakai sekarang tetap akan awet sampai saya SMA. Saya pasti akan malu.
     Itu cerita waktu saya SMP dan ternyata semua yang aku pikirkan salah. Buktinya 2 org kakakku lulus dari SMA berkat kerja keras Bapa Mama yg tak pernah menyerah.Mereka merantau ke Jakarta. Sebelum melanjutkan Kuliah mereka berdua harus tahan 1 tahun untuk bekerja mencari pengalaman dan mengumpulkan uang guna membantu membiayai hidup.
Tibalah giliranku. Setelah lulus SMA saya membantu Bapa Mama dirumah. Saya sudah tidak bandel lagi. Saya hanya dirumah saja bekerja layaknya seorg perempuan. Mencuci, memasak, membereskan rumah, dan selalu menyiapkan makan malam tepat pada waktunya sebelum Bapa mama pulang dari kebun.
Bapa mama tidak muda lagi. Tampak kerutan di wajah menandakan betapa banyak keringat yg telah mereka cucurkan untuk menghidupi kami. Namun semangat mereka tak pernah pudar. Satu nasihat dari Bapa, "Jadilah org yg berguna. Hidup kalian harus lebih baik dari kami. Cukup kami yg menderita mengais rejeki dari hasil bumi yg tak berarti, bekerja membanting tulang tak kenal lelah. Kalian harus mandiri dan nanti kalian bisa hidup enak dan serba kecukupan hingga tak satu pun orang yg merendahkan harkat dan martabat kalian, tidak seperti kami."
    Hingga suatu malam, Saya sudah harus merencanakan Pendidikan saya selanjutnya. Mama menginginkan saya kuliah di Malang. Bapa mnyerahkan keputusan ketangan saya. Mau lanjut dimana. Dan saya memilih makasar, ikuti jejak teman saya yang sudah lebih dulu mengadu nasib di kota itu. Mereka pun setuju.
Satu hari, saat itu hari kamis. Saya, mama, dan adik cewe saya berpamitan sama Bapa untuk berziarah ke makam nenek, ibu dari mama saya memohon izin, doa dan dukungan dari nenek, kakek, serta saudara2 lain yg telah dipanggil Tuhan menghadap hadiratnya.
Keesokan harinya kami pulang. Saya harus menyiapkan diri untuk segera meninggalkan kampung halaman yg menorehkan sejuta kenangan.
Rencana berangkat hari senin.
  Dua hari sebelum berangkat, yaitu Hari sabtu. Kami sekeluarga, tidak pergi kemana2 Selain 2 kakak dan 1 adik cowok saya yg masih SMA dikota, jauh dari kampung. Ngumpul2 dirumah. Becanda,sambil sesekali Bapa menceritakan kisah masa kecilnya. Lucu, sedih, terharu dan bahagia mendengarnya.Apalagi bapa saya tipenya humoris, pandai bercerita dan cerdas. Yang walaupun hanya lulusan SD, tetapi disekolahnya dulu dia adalah bintang kelas. Guru SD kami yg adalah teman kelasnya dulu yang cerita.
    Sore harinya spt biasa mama pamit pergi ke sawah yg tidak jauh dari rumah dan Bapa juga ikutan pamit pergi ke kebun coklat yg juga tidak jauh dari rumah. Dua tempat yg berbeda namun tak jauh dari rumah. Jam 5 sore mama balik tetapi Bapa belum.
Sampai jam 7 malam, bapa belum juga pulang dari kebun. Mama khawatir. Tidak seperti biasanya, mama tidak pernah khawatir, sedih dll sbgnya kalau ditinggal ayah karena bapa saya selain petani, Dia adalah Tukang Bangunan yg selalu pergi 3-5 bulan tinggalkan rumah jika sedang mengerjakan proyek bangunan di luar kampung. Mama dan kami anak2nya sudah terbiasa.
Tetapi kali ini berbeda. Mama sedih sekali ,bapa tak kunjung pulang dari kebun. Saya,dan adik saya 3 org berinisiatif mencarinya tanpa rasa takut sedikitpun keluar mencarinya ditengah kebun yg gelap, dikelilingi pohon coklat, kopi dan pohon aren yg rimbun.
Kami memanggilnya. Keliling kebun. Menyibak tumpukan daun kering, mencari dibawah jerami, kali aja Bapa jatuh dari atas pohon atau pingsan karena kecapean. Sampai jam 10 mlm tidak ketemu juga.
Kami balik kerumah, berencana menggunakan obor karena senter yg kami gunakan tidak terlalu terang.
   Dan kali ini mama ikut. Kami pun berjalan beriringan. Memanggil namanya.kami mengelilingi kebun coklat yg berbatasan langsung dgn hutan belantara. Sampai tengah malam, tak juga muncul tanda2 Bapa ketemu. Mama mulai menangis dan ngedumel. Ngomel2 kenapa Bapa belum balik sampai selarut itu padahal senin besok saya harus pergi.
Mungkin karena terlalu berisik, warga kampung pun mendengar nama bapa di panggil. Satu persatu mereka merapat ke rumah, menanyakan mengapa dan bagaimana.
Mama menceritakan kronologisnya.
Mereka pun membantu mencari. Menelusuri hutan belantara siapa tau Bapa dibawa sama setan diluar kesadarannya. Sampai jam 2 dini hari, belum juga ditemukan. Org2 mulai memenuhi rumah kami. Lonceng Gereja dibunyikan supaya org2 segera keluar membantu mencari..
  Jam 6 pagi, seorang Bapak tetangga rumah menemukan Bapa dengan kondisi tak bernyawa dikebun org tidak jauh dari rumah.Padahal malamnya saya dan juga warga kampung sudah berkeliling ditempat itu,namun tidak menemukannya.kami heran juga."Dia ada disini. Tapi Dia sudah pergi, "teriaknya dari tempat itu.
Seisi rumah menangis. Saya diam. Tak bisa apa. Saya seolah2 mati rasa. Saya tidak bisa merasakann apapun sampai saya bermimpi dlm keadaan sadar bahwa saya berebutan tempat sama kk perempuan saya untuk menguburkan jasad ayah.
  Saya sadar. Saya tidak menangis tetapi air mata membanjiri pipi saya. Saya mengikuti org2 dimana jenasah  Bapa terbaring dgn posisi yg mengenaskan. Luka di kepala bagian belakang mengarah keotak kecil seperti tertancap batu yg runcing. Darah tak berhenti mengalir. Kaki kanan patah dan bengkok. Lengang patah, memar dan membiru. Mata masih terbuka.
Mama saya menangis.pingsan dan orang2 memijitnya sehingga mama tersadar kembali.
Setelah itu Jasad  Bapa mereka Gotong  kerumah dan menempatkannya di luar rumah karena mitos di kampung, yg meninggal diluar rumah jenasahnya harus dibaringkan diluar rumah sebelum di semayamkan.
Hari kedua, melihat mama menangis barulah saya tersadar. Betul2 sadar. Disitu saya menjerit, menangis. Keluarga memeluk saya, mengatakan harus mengikhlaskan Bapa Pergi, tetapi tidak bisa. Saya katakan, "Mengapa dia pergi sebelum dia mengantar saya ke Bandara. Mengapa saya yg harus mengantarnya duluan. Dia tidak bertanggung jawab sama saya. Dia janji membiayai saya sampai saya meraih sarjana karena itu yg diimpikannya tetapi kenapa Dia yg duluan pergi?. "
           Dari situlah kehidupan saya berubah. Kedua kk saya pulang setelah mendengar bapa telah tiada..
Satu minggu setelah bapa pergi, saya ikut kedua kk saya merantau ke Jakarta.
Kami pamitan ke mama dan adek2 serta keluarga yg lain.
Awalnya saya masih pengen ke makassar, karena itu yg sudah kita sepakati bersama. Tetapi Paman larang. Katanya Makasar tidak ubahnya seperti manggarai. Terpaksa saya ikut kk saya. Kita naik kapal laut dari Labuan Bajo-Bali. Dari Bali ke jakarta kita menumpangi Bus yg memakan waktu 2 hari 3 malam. Total seminggu di perjalanan.
Disinilah saya memulai mimpi saya. Saya bekerja keras. Keluar masuk kantor melamar pekerjaan. Dan setelah bekerja, gaji yg tidak seberapa harus saya bagi untuk menyambung hidup.
Tahun 2015, Saya mendaftarkan diri di kampus SWasta. Gaji bulanan saya cukup buat makan dan bayar kos. Bulan2 pertama saya bisa membayar SPP, tetapi setelah berhenti bekerja,saya gundah. Ada masalah internal dgn rekan2 kerja saya dan saya termasuk org yg tidak bisa bekerja dibawah tekanan.saya pun resign.Semenjak itu saya kewalahan. Saya mencari kerja lagi tetapi susah. Semakin hari duit semakin menipis. Akhirnya,saya numpang tinggal dengan kk cewek saya. Saya berusaha ngutang untuk membayar tunggakann kuliah karena harus mengikuti UAS semester tetapi tak ada yg mau meminjamkannya. Saya terpaksa berhenti kuliah.
Awal 2016,saya diterima kerja di perusahaan swasta. Gajinya tidak seberapa tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Saya menabung sedikit demi sedikit untuk mendaftar lagi kuliah di kampus yg berbeda. Saat hari diterbitkannya artikel ini, saya sudah semester 4.
Jujur, sampai saat ini saya masih belum menerima kenyataan Ayah saya telah pergi meninggalkan kami selama2nya. Sosoknya terus menerus terbayang dalam ingatanku dan terus hidup dalam nadiku.
Saya sangat menyayanginya.
Satu hal, saya ingin memecahkan misteri Beliau yg telah pergi tanpa sebab meninggalakn pedih yg amat dalam.
Saya berdoa, memohon bantuan Tuhan agar dibukakan jalan supaya kisah tragis Ayah terungkap. Siapa dalang dibalik semuanya itu karena jujur,selama hidup ayah, banyak sekali musuh. Entah itu temannya sendiri maupun org2 diluar yg tidak senang dengan keluarga kami. Sengketa tanah yg menjadi Rumah kami tinggal (mungkin)  menjadi faktor utama.

Ceritanya begini:

Ayah saya seorg pekerja yg ulet. RAJIN. setelah lulus SD dia meninggalkan kampung, ikut teman dari ayahnya (kakek) pergi merantau diluar manggarai. Kupang. Setelah proyek selesai, dia kembali merantau ditempat berbeda.setelah 5 tahun pergi, mama dari mama(neneknya) bapa memintanya pulang sebab ia kangen sama Ayah. Dan ayah harus membiayai adik ayah yg melanjutkan kuliah di ende.Ayah pulang dan menjadi petani membantu memenuhi kebutuhan buyut karena mama dari bapa(nenek) saya menikah lagi sementara kakek saya meninggal di usia ayah yg masih kanak2 juga paman yg masih 2 tahun.
 Nggak tahu tepatnya kapan,yg pasti ayah udah menikahi mama;  Teman masa kecil Bapa, teman karib sampai mereka dewasa meminjam uang 2 juta Rupiah. Saat Uangnya dipinta kembali sama Bapa untuk membangun rumah ia tidak mempunyainya dan memberikan sebidang tanah dgn luas cukup untuk bangun rumah(lupa. Berkas2 ada sama mama), tetapi dgn tambahan dana (tukar tambah).
Total waktu itu adalah 5 juta rupiah. Nominal yg sangat gede pada tahun itu.Bapa mama setuju. Lalu dibikin sertifikat tanah dengan saksi sebanyak kurang lebih 10 org. Awalnya bapa tidak mau dibikin sertifikat, menurutnya temannya sendiri tidak akan mungkin menggugat lagi, tetapi karena argumen mama kuat, dibikinlah sertifikat.
 Setelah saya SMa, bapa tidak ada dirumah mereka berulah.. Mulailah di buat patok2 dari kayu. Mama tidak takut. Lapor ke kepala desa, rt, rw dan tetua adat. Diukur lagi tanah berdasarkan sertifikat. Tetap sama. Kami menang.mereka juga tersenyum, karena pada dasarnya mereka hanya mau mengganggu keluarga kami agar bapa dan mama tidak fokus mengurus kami tetapi memikirkan masalah itu. Total 3 kali mereka mengganggu. Berulah yg sama dan anehnya disaat bapa tidak dirumah, mereka berulah. Kebetulan tanah rumah berpatokan langsung dgn sawah mereka. Mereka beralibi, tanah kami semakin luas dan swah mereka di garap,, padahal tanah rumah kami posisinya lebih tinggi dari tanah sawah mereka. Mana mungkin tanah bisa dieruk dari atas kebawah, kecuali mereka yg mengeruk tanah kami. Bentuk tanah itu seperti punden berundak/terasering. Tanah rumah mami berada paling atas.. Bagaimana mungkin???




Mengenang ayah yg telah pergi. Damailah dalam tidur panjangmu Ayah. Teriring doa untukmu. Semoga mendapatkan tempat yg layak disisi Tuhan disurga. Amin.


Cerita hidupku. Sekian.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar